KH. A. Busyro Karim: “Seandainya Bisa, Saya Ingin Jadi Wartawan. Satu-satunya Profesi yang Diabadikan dalam Al-Qur’an”

oleh
oleh
Seorang debu jalanan yang selalu bercengkerama dengan trotoar.

DAMAIRA.CO.ID, SUMENEP-Profesi wartawan sejatinya bukan sekadar pekerjaan biasa. Ia adalah profesi mulia yang bertugas menyampaikan informasi dan pencerahan kepada masyarakat. Lebih dari itu, ternyata kata “wartawan” atau “pembawa berita” diabadikan dalam Al-Qur’an, tepatnya pada Surah ke-78, yaitu Surah Al-Naba’, yang artinya “berita besar”.

Tak banyak yang tahu bahwa dalam ribuan ayat Al-Qur’an, terdapat sekitar 142 ayat yang berkaitan dengan konsep Al-Naba’ atau pembawa berita. Tentu saja yang dimaksud adalah berita yang benar dan bermanfaat, bukan kabar bohong atau hoaks seperti yang kerap berseliweran di media sosial saat ini.

Pentingnya profesi wartawan ini bahkan mendapat perhatian khusus dari mantan Bupati Sumenep, KH. A. Busyro Karim. Dalam sambutannya pada acara Resepsi Hari Pers Nasional (HPN) dan HUT ke-74 PWI, yang digelar di Meeting Room lantai 5 Hotel de Baghraf, Selasa (11/2/2020), beliau menyampaikan kekagumannya terhadap dunia jurnalistik.

“Seandainya bisa, saya ingin jadi wartawan. Mengapa? Karena satu-satunya profesi yang diabadikan dalam Al-Qur’an hanya wartawan. Namanya Surah Al-Naba’. Dari 114 surah dalam Al-Qur’an, hanya Surah Al-Naba’ yang artinya pembawa berita. Dan wartawan adalah pembawa berita,” ujar KH. Busyro Karim dengan penuh semangat.

Konsep Berita dalam Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an, berita memegang posisi yang sangat sentral. Setidaknya terdapat beberapa istilah penting yang berhubungan dengan konsep berita, antara lain:

1. Al-Naba’

Kata al-naba’ berasal dari akar kata naba’a, yang berkaitan dengan:

  • al-anba’ (penyelidikan mendalam),
  • al-nabi’u (tempat yang tinggi), dan
  • al-nabiy (nabi, yaitu pembawa berita dari Allah).

Kata al-naba’ disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 29 kali, terdiri dari:

  • 17 kali dalam bentuk tunggal,
  • 12 kali dalam bentuk jamak.

Istilah al-naba’ dalam Al-Qur’an merujuk pada berita penting dan pasti kebenarannya, bahkan seringkali menyangkut perkara ghaib, seperti hari kebangkitan dan kejadian akhirat, yang mungkin belum bisa dibuktikan secara empiris oleh manusia karena keterbatasan ilmu.

Berita tentang umat-umat terdahulu juga termasuk dalam kategori naba’, sebagaimana termaktub dalam:

  • QS. Hud (11): 100, 120
  • QS. Thaha (20): 99
  • QS. Al-A’raf (7): 101

Berbeda dengan kata khabar yang bisa merujuk pada berita biasa atau sepele, al-naba’ digunakan hanya untuk peristiwa besar dan bermakna, serta memiliki nilai kebenaran yang tinggi. Istilah ini sering kali disifati dengan kata al-‘azhim (agung), yang menandakan bahwa berita tersebut bersifat luar biasa, baik dari segi isi maupun dampaknya.

Para ulama menyebutkan bahwa suatu informasi baru bisa disebut naba’ jika mengandung:

  • Manfaat besar,
  • Kepastian atau keyakinan kuat akan kebenarannya, dan
  • Relevansi tinggi bagi umat manusia.

Dengan pemahaman ini, maka jelas bahwa profesi wartawan bukan sekadar tukang tulis atau peliput kejadian, melainkan sosok penting dalam peradaban yang bertanggung jawab menyampaikan kebenaran, keadilan, dan pencerahan. Maka tak berlebihan jika KH. Busyro Karim menyebut wartawan sebagai profesi istimewa yang mendapatkan tempat khusus dalam kitab suci umat Islam.

Wallahu a’lam bish shawab.

Penikmat Kopi Hitam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.