Petani Mulai Krisis Generasi

oleh
oleh

(Keluh Kesah Para Bapak Petani)

DAMAIRA.CO.ID, SUMENEP-Sebuah rutinitas tahunan setiap musim kemarau dan musim hujan, petani mulai berbondong-bondong mengolah sawahnya untuk menanam tembakau, padi,  jagung dan tanaman lainnya. Hanya saja saat ini para petani yang bercocok tanam, usianya tidak muda lagi, kisaran 40 an ke atas.

Anehnya, meski petani punya anak, jarang sekali terlihat mendampingi mengolah sawahnya. Hanya sang ibu yang setia menemani sambil menaburkan benih tanaman ke goresan tanah yang dibajak secara tradisional menggunakan tenaga hewan ternak sapi, ada sebagian yang menggunakan tenaga mesin.

Pengalaman saya dulu sekitar 13 tahun yang lalu bapak saya seringkali mengajak ke sawah meski hanya sekedar membawa sapi atau memikul bajaknya. Entah kalau sekarang belum saya lihat anak muda petani membantu memikul bajak dan membawa sapi ke tengah sawah.

Apalagi di jaman milenial ini, anak petani yang sudah mengenyam dunia pendidikan hingga sarjana lebih tertarik bekerja kantoran atau menjadi pengusaha bahkan juga ada yang memilih menjadi buruh. Sang orang tua pun tidak kuasa memaksa anaknya menjadi petani. Karena kebanyakan doanya sang bapak tani, yang sering saya dengar,” Rokaroa engkok cong semalarat, tinah been ter tak enga’a engkok tak malarat tetti reng taneh”. Dan benar adanya doa bapak tani tersebut terkabul sehingga banyak anak petani yang mulai tidak tertarik bertani.
Padahal petani merupakan penjaga gawang negeri ini, bisa dibayangkan kalau misalkan tidak ada yang mau bertani. Lalu apa yang mau dimakan semua penduduk di negeri ini.
Belum lagi lahan pertanian banyak beralih-fungsi menjadi gedung bertingkat. Lihat saja di berbagai daerah perkembangan pembangunan di lahan produktif.

Padahal Saya pernah menghadiri  kegiatan dinas BEPPEDA yang disitu kalau tak salah membahas mengenai RPJPM-D 2025-2045 menuju Indonesia emas. Saat itu salah satu narasumber menyebutkan bahwa daerah Kabupaten Sumenep secara SDA merupakan daerah pertanian, perternakan dan perikanan sehingga untuk pengembanganya butuh hirilisasi dari ketiga potensi itu. Dan tentunya membutuhkan SDM di mana diharapkan para generasi putra daerah nantinya yang akan mengembangkannya.

Ironisnya, lanjut Narsum kala itu, berdasarkan hasil survey bahwa generasi sumenep untuk 2025-2045 kecendrungannya lebih pada pengusaha, pegawai, pekerja kantoran, nakes, buruh dan profesi lainnya. Nyaris nol persen yang berminat di profesi petani, nelayan dan peternak. Apalagi secara akademik belum ada dukungan penuh di bidang pertanian, perikanan dan perternakan, terbukti di Sumenep belum ada kampus yang fokus mengarah pada tiga bidang itu. Sehingga sangat kecil kemungkinan anak petani akan melanjutkan warisan leluhurnya untuk dilestarikan sebagai masa depan bangsa ini.

Semestinya petani jangan dipandang sepele sebelum menyesal nantinya. Perlu perhatian semua pihak termasuk pemegang kebijakan untuk keberlangsungan produktivitas pertanian. Perlu persiapan SDM yang lebih berkualitas dan moderen di bidang pertanian. Sehingga hasil pertanian juga menjanjikan tidak kalah dengan penghasilan dari penghasilan swasta maupun para pejabat di negeri yang kaya ini. Save petani.

Wallahu’alam Bissoweb

Celoteh, Pecinta Kopi Hitam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.