Hari Buku Nasional: Menjaga Nyala Literasi di Era Digital

oleh
oleh
Istimewa

DAMAIRA.CO.ID, SUMENEP-Setiap tanggal 17 Mei, Indonesia memperingati Hari Buku Nasional, sebuah momentum penting untuk merenungkan kembali peran literasi dalam membentuk peradaban bangsa. Namun, di tengah kemajuan teknologi dan derasnya arus digitalisasi, budaya membaca justru menghadapi tantangan besar. Buku-buku fisik kian tersisih, perhatian publik tersedot pada layar, dan budaya literasi seolah bergeser dari esensi utamanya.

Lemahnya Budaya Literasi: Cermin Kritis Bangsa

Data dari berbagai lembaga survei menunjukkan bahwa tingkat literasi masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. UNESCO bahkan pernah menyebut bahwa minat baca di Indonesia hanya 0,001—artinya dari 1.000 orang, hanya 1 orang yang memiliki minat baca serius. Sementara itu, riset lain menunjukkan masyarakat Indonesia rata-rata hanya membaca satu buku dalam setahun.

Ironisnya, meski gawai dan internet begitu merajalela, akses informasi yang terbuka lebar belum tentu diiringi peningkatan kualitas literasi. Informasi instan, konten pendek, dan budaya “scroll” cepat membuat masyarakat cenderung hanya mengonsumsi informasi permukaan, bukan memahami atau menganalisisnya secara mendalam.

Digitalisasi: Tantangan atau Peluang?

Era digital sejatinya membawa peluang besar bagi kemajuan literasi. Buku elektronik, perpustakaan digital, hingga platform literasi daring menyediakan akses bacaan tanpa batas. Namun, tantangannya terletak pada bagaimana masyarakat memanfaatkan teknologi tersebut. Ketika media sosial lebih menarik dibanding buku digital, maka literasi hanya menjadi slogan tanpa substansi.

Peran Keluarga, Sekolah, dan Negara

Untuk memperkuat budaya literasi, sinergi antar elemen masyarakat sangat dibutuhkan. Keluarga perlu menjadi ruang pertama anak mengenal buku. Sekolah harus menanamkan kecintaan membaca, bukan sekadar kewajiban akademis. Negara pun harus hadir lewat kebijakan yang mendukung ketersediaan buku murah, akses perpustakaan, serta dukungan terhadap penulis dan penerbit lokal.

Membangun Literasi Kritis dan Digital

Budaya literasi tak hanya soal membaca, tapi juga soal berpikir kritis, memahami konteks, dan mampu menyaring informasi. Di era digital, literasi harus berkembang menjadi literasi digital—kemampuan menavigasi informasi, menghindari hoaks, serta membangun opini berdasarkan data dan fakta.

Penutup

Hari Buku Nasional bukan hanya ajakan untuk membeli atau membaca buku, tapi seruan untuk merefleksikan kembali peran literasi dalam membentuk masyarakat yang cerdas dan beradab. Di tengah gempuran digitalisasi, tugas kita bukan melawan teknologi, melainkan memanfaatkannya untuk menyalakan kembali nyala baca dan semangat berpikir kritis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *