DAMAIRA.CO.ID, SUMENEP-Tradisi “Ter-ater” pada malam takbiran atau malam Hari Raya Idul Fitri terus dilestarikan oleh masyarakat Madura, khususnya masyarakat kota keris di ujung timur Madura.
Dalam tradisi ini, para perempuan atau ibu-ibu yang menjadi pemegang kendali dapur mengantarkan aneka makanan kepada sanak keluarga maupun guru ngajinya. Waktu pelaksanaannya dimulai dari sore hari hingga malam takbiran, bahkan ada yang mengantarkan sebelum melaksanakan salat Idul Fitri. Tak heran, pada malam takbiran, banyak warga berlalu-lalang—baik mereka yang tengah mengantar maupun yang baru datang. Suasana menjadi semakin hangat dengan interaksi saling menyapa ketika berpapasan di tengah jalan.
Tradisi “Ter-ater” memiliki makna mendalam bagi masyarakat Madura. Selain mempererat jalinan silaturahmi, baik antar saudara, kerabat, maupun guru ngaji yang pernah membimbing di masa kecil, tradisi ini juga memperkuat ukhuwah Islamiyah yang sangat kental dalam kehidupan masyarakat Madura.
Meskipun saat ini zaman sudah semakin modern dan kompleks, masyarakat Madura, khususnya di pedesaan, perlu terus melestarikan tradisi “Ter-ater”. Tradisi ini tidak hanya sebagai wujud penghormatan terhadap leluhur, tetapi juga sebagai aset sosial yang membangun kehidupan masyarakat yang dinamis, nyaman, dan kondusif ke depannya.
Oleh karena itu, penting bagi generasi muda Madura untuk tidak melupakan tradisi yang penuh makna ini. Tradisi “Ter-ater” sejatinya mengajarkan kesalehan sosial dan menjadi simbol kebersamaan antar sesama warga Madura pada umumnya.