Oleh : Fathol Alif
(Sebuah Kritik Terhadap Tulisan NK Gapura “Pilkada Sumenep Tidak Perlu Digelar)
DAMAIRA.CO.ID, SUMENEP-Jumat, 21 Juni 2024, pagi, seorang teman membuat catatan. Intinya, lebih baik Pilkada Sumenep 2024 tidak perlu digelar. Alasannya hanya didasarkan pada kabar burung bahwa sejumlah partai politik telah sepakat untuk membentuk koalisi besar, yang pada gilirannya memungkinkan hanya akan ada calon tunggal.
Bagi saya, konklusi tersebut terlalu prematur. Apalagi ini soal politik, yang kita semua mungkin sudah pada tahu, bahwa satu menit bisa jadi terlalu lama untuk bisa mengubah suatu keputusan politik.
Bagaimanapun, Pilkada Sumenel tetap harus digelar. Sebab Pilkada merupakan salah satu mekanisme demokrasi yang penting dalam menentukan pemimpin. Melalui sistem ini, rakyat punya kesempatan untuk memilih calon kepala daerah yang dianggap paling mampu membawa perubahan positif bagi daerahnya.
Bahkan, jika dalam Pilkada hanya ada satu calon tunggal, sebagaimana dikhawatirkan seorang teman, saya rasa dalam situasi semacam ini, kotak kosong masih bisa menjadi alternatif untuk menjaga esensi demokrasi tetap hidup.
Kotak kosong dalam Pilkada merupakan salah satu mekanisme yang memungkinkan masyarakat untuk menolak calon tunggal yang ada tanpa harus golput. Keberadaan kotak kosong di TPS akan tetap memberikan pilihan nyata bagi warga untuk mengekspresikan ketidaksetujuan mereka terhadap calon tunggal yang ada.
Dengan adanya kotak kosong, pemilih tetap akan memiliki alat untuk menolak calon tunggal jika dianggap tidak layak. Ini juga akan membantu mencegah monopoli kekuasaan sekaligus mendorong calon pemimpin tetap berusaha mendapatkan kepercayaan rakyat.
Mendorong supaya Pilkada tak perlu digelar karena kekhawatiran hanya akan ada calon tunggal sama saja dengan ingin mencabut hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi, di mana suara setiap individu memiliki nilai yang sama. Menghilangkan kesempatan ini adalah bentuk pelanggaran terhadap hak-hak demokratis warga.
Tak hanya itu, mendorong agar Pilkada tidak perlu digelar dapat menjadi preseden buruk bagi masa depan demokrasi Indonesia, yang pada akhirnya akan merusak mekanisme pemilu yang telah diatur secara konstitusional. Melaksanakan Pilkada meski hanya dengan calon tunggal menegaskan bahwa hukum dan aturan demokrasi harus tetap dijalankan, apapun situasinya.
Kemudian, mengenai kekhawatiran terhadap politik dinasti, hal itu sebenarnya bisa diatasi melalui mekanisme demokrasi yang baik, termasuk Pilkada itu sendiri, bukan justru dengan mendorong supaya Pilkada ditiadakan. Dengan adanya Pilkada, rakyat bisa memilih dengan akal sehatnya kandidat yang dianggap tidak terikat oleh politik dinasti meski harus dengan cara memenangkan kotak kosong lebih dulu.
Oleh karena itu, atas dasar kemanusiaan dan demi menjaga semangat demokrasi, Pilkada Sumenep tetap perlu digelar. Ini adalah bentuk penghormatan terhadap hak rakyat untuk berpartisipasi dalam menentukan pemimpin mereka dan memastikan bahwa pemerintah yang terpilih memiliki legitimasi yang kuat untuk menjalankan tugas-tugasnya. Wallahu a’lam