DAMAIRA.CO.ID, SUMENEP-“Pa’Lopak” Adalah tembakau asli hasil rajangan yang dikeringkan lalu dilengkapi dengan kertas rokok, kemudian dilinting manual atau maduranya ‘Misyel’. Biasanya Pa’lopak itu dibungkus plastik kecil yang di bawa kemana-mana oleh para orang tua dulu khususnya di pedesaan seperti di daerah saya. Pa’lopak biasanya sebagai salam pembuka yang disodorkan unruk membangun suasana keakraban sehingga terjadilah obrolan santai penuh kekeluargaan.
Bahkan belum hilang dari ingatan Saya, saat masih kecil dulu, di mana pada waktu itu Kakek Saya masih hidup. Sering saya lihat ketika ada kerabat ataupun tamu yang datang, maka pertama kali yang dilakukan Kakek menyodorkan “Pa’lopak” sambil lalu berbincang-bincang dengan penuh kedamaian dan kegembiraan. Sambil melinting rokok atau lumrahnya dikenal ‘Mesyel’, lalu datang sang Nenek menyodorkan kopi hitam hangat. Sontak kegembiraan mereka bertambah dengan kehadiran kopi hangat yang merupakan pasangan harmonis dengan tembakau asli atau ‘Pa’lopak’ tersebut.
Menariknya, dari perbincangan mereka, mulai seputar pertanian, hewan ternak hingga cerita-cerita masa kecil mereka dahulu. Bahkan yang tidak kalah menariknya, saat mereka bercerita kejadian lucu-lucu dari orang-orang dahulu yang pernah mereka dengar. Sontak gelak- tawa pun pecah siiring semburan asap dari rokok Pa’-lopak yang mereka hisap.
Tanpa terasa mereka berjam-jam duduk santai sambil berbincang-bincang banyak hal. Sehingga rasa persaudaraan di antara mereka tambah erat berkat pengaruh tembakau Pa’-lopak yang menjadi alat komunikasi mereka. Bahkan tidak hanya itu, budaya gotong royong pun tetap terbangun, terbukti di akhir perbincangan mereka.
Sang Kakek meminta bantuan untuk mengolah sawah untuk bercocok tanam, yaitu tanaman jagung miliknya. Seketika itu kerabat yang diajak ngobrol itu menyanggupi tanpa meminta bayaran ongkos membajak sawah Kakek.
Mereka hanya cukup disuguhi makan dan kopi serta tembakau ‘Pa’lopa’ yang dibawa ke lokasi sawah yang dibajak tersebut. Terlihat dengan penuh kedamaian di sela-sela istirahat mengoprasikan bajak sawah tradisional menggunakan sapi, mereka menikmati makanan, kopi hangat dan ‘Pa’lopa’ di bawah pohon yang teduh di pinggir sawah.
Sungguh luar biasa sebuah bangunan budaya nenek moyang dahulu, yang belakangan sudah nyaris tidak pernah ditemukan lagi di masyarakat pedesaan di zaman yang makin moderen ini. Di mana budaya gotong royong mulai luntur. Tidak bisa dipertahankan lagi.
Sebab saat ini tradisi gotong royong sudah berubah ke ukuran matari. Sekarang setiap mengolah sawah, ataupun memetik tembakau dan merajang semuanya harus diongkos. Sudah tidak ada lagi istilah gotong royong lagi.
Padahal dulu saat saya masih kecil, mulai dari tanam bibit tembakau hingga panen sistimnya gotong royong giliran dengan petani lainnya. Entah, kedepannya seperti apa karena kondisi zamanya terus berubah seiring perkembangan yang semakin pesat dan semakin moderen dengan semakin banyaknya alat pertanian yang semakin canggih. Wallahu’alam Bissoweb.
Penulis, pecinta kopi hitam.