Oleh : Moh. Ikbal
Jurnalis Muda Anggota Komunitas Jurnalis Sumemep (KJS)
DAMAIRA.CO.ID, SUMENEP-‘Sumenep’ dan ‘Pilkada’, menjadi dua kata yang hangat diperbincangkan akhir-akhir ini. Di warung-warung kopi, warung-warung makan, bahkan di trotoar-trotoar, dua kata tersebut selalu menjadi pembuka dan penutup dari obrolan panjang para orangtua.
Ini bukan fenomena luarbiasa. Wajar-wajar saja. Memang, mau tidak mau, seluruh lapisan masyarakat Sumenep mesti bersiap-siap diri untuk menjemput kemenangan daerah atau kota yang dicintai, melalui Pilkada yang akan berlangsung sebentar lagi.
Beda halnya dengan momen Pilkada sebelumnya. Kali ini, bursa calon bupati nyaris tak menarik lagi untuk dibicarakan. Di kalangan akar rumput (yang jarang dilirik media), para orangtua itu malah merasa tertarik meramal bursa calon wakil bupati.
Para orangtua di sejumlah warung kopi yang saya kunjungi cenderung membahas siapa sosok wakil bupati yang bakal digandeng wajah bupati saat ini, yakni Achmad Fauzi. Dalam sejenak, saya mencoba merenungi atas situasi menarik ini.
Ada dua kemungkinan, mengapa bahasan soal bursa cawabup yang bakal digandeng Achmad Fauzi lebih menarik bagi wong cilik di Bumi Sumekar, ketimbang bahasan untuk mencari pengganti dari wajah petahana saat ini.
(1.) Masyarakat Sumenep cenderung memiliki suatu paradigma berpikir bahwa sulit bagi siapapun rivalitas partai politik yang ingin menggusur kekuatan petahana. Dalam sejarahnya, wajah petahana selalu menang segala-galanya.
Sejak dihapuskannya sistem pemerintahan kerajaan di Sumenep pada tahun 1883 berdasarkan Het Staatsblad van Nederlandsch-Indiënomor nomor 242. Kiayi Ramdhan Siraj berhasil menjabat sebagai bupati selama dua periode dari tahun 2000 hingga tahun 2010.
Selanjutnya, tampuk bupati jatuh di tangan Kiayi Busyro Karim dengan jangka waktu kekuasaan yang persis, 10 tahun, dari tahun 2010 sampai tahun 2021. Catatan sejarah ini menjadi bukti bahwa tidak ada rivalitas politik yang berhasil membuat tampuk kekuasaan bupati Sumenep terjegal umurnya menjadi satu periode saja.
(2.) Pengaruh kepuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintahan di bawah komando Achmad Fauzi. Jangan anggap kepuasan ini hanyalah anggapan atau persepsi personal. Seperti diketahui pada umumnya, kepuasan masyarakat terhadap berjalannya birokrasi, bisa diukur dengan kajian dan penelitian ilmiah.
Hasil survei yang dilakukan Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang tahun 2023 lalu menyebut, mayoritas responden dari kalangan masyarakat di Sumenep menyatakan puas terhadap kepemimpinan Achmad Fauzi dan Dewi Khalifah. Angkanya luar biasa, menyentuh 60 persen.
Di survei lain menunjukkan angka yang sama, survei pembangunan di Kabupaten Sumenep selama tahun-tahun terakhir diapresiasi positif oleh responden dari warga Sumenep sebanyak 63,8 persen.
Secara elektoral, angka-angka kepuasan ini berpengaruh pada pencalonan Achmad Fauzi, jikalau ingin melanjutkan dua periode sebagai bupati. Terbukti, tongkrongan-tongkrongan warung kopi di desa jarang ada yang bertanya: “siapa pengganti Achmad Fauzi?”, “ayo ganti bupati”, dan “mari lantangkan gerakan ganti bupati”.
Secara sederhana, kepuasan masyarakat terhadap kepemimpinan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) saat ini ialah respon dari perenungan, tindakan, gerakan, dan bukti kepedulian Bupati Achmad Fauzi yang konon adalah pemegang kunci dan pemegang kendali birokrasi.
Kemungkinan-kemungkinan ini, diduga, membuat orang berpikir, sulit sepertinya untuk menurunkan atau menggantikan Achmad Fauzi dari posisinya sebagai bupati. Meski begitu, mereka, para wong cilik itu, masih terbersit harapan adanya sebuah perubahan.
Sehingga, perubahan itu disepakati secara seksama. Dirembukkanlah siapa yang akan mendampingi Achmad Fauzi sebagai calon wakil bupati pada hari-hari Pilkada nanti. Akhirnya, di berbagai platform sosial media, Tiktok utamanya, wajah-wajah figur bakal calon pendamping Achmad Fauzi tersebar kemana-mana.
Mulai dari Achmad Fauzi disandingkan dengan politikus kondang dari Partai Amanat Nasional (PAN) Faisal Muhlis, hingga diduetkan bersama Ketua DPRD Sumenep Kiayi Abdul Hamid Ali Munir yang memiliki track record mantereng sebagai politikus senior Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Bahkan sebelum Achmad Fauzi terang-terangan mau maju pada pilbup 2024 ini, figur terkenal dari partai-partai besar tersebut sudah mengajukan diri menjadi bakal calon wakil berniat mendampingi. Ya meski beda-beda cara menyampaikan proposalnya. Ada yang pakai kode dan isyarat, ada juga yang sudah sebar baliho-baliho di sosial media.
Terlepas dari semua itu, inilah politik. Tidak ada teman abadi. Tak ada rival abadi. Teman atau rival, selalu ditentukan pada kepentingan dan kesepakatan. Meski demikian, kepentingan elit selalu kalah pada gerakan-gerakan revolusioner masyarakat akar rumput.
Suara rakyat adalah suara Tuhan. Dan suara rakyat, yang ialah suara Tuhan itu, selalu lahir dari tongkrongan di warung kopi. Maka, berhati-hatilah dengan gemericik suara yang lahir dari tongkrongan. Karena dari sana, suara Tuhan dan suara kebenaran akan menggaungkan wujudnya kemana-mana.